Saya sebagai
peserta Sustainable Mining Bootcamp V merasa antusias mengikuti kegiatan
ini,hari demi hari selalu saya jalani dengan penuh suka cita.Perasaan sedih dan
durja seakan tak terlihat dari wajah manis saya (halah),kami semua merasa
sangat bahagia.Pada hari ke enam dan tujuh seluruh peserta berkesempatan untuk
mengunjungi beberapa kecamatan yang menjadi program pengembangan
masyarakat (comdev) PT NNT yaitu
kecamatan Maluk,Sekongkang dan Jereweh.Kenapa hanya tiga kecamatan itu?karena
ketiga kecamatan itu yang terkena langsung dampak aktivitas tambang dan daerah
lain diluar tiga kecamatan tersebut ialah daerah penyangga.
Bagi PT NNT
keterlibatan melawan kemiskinan tentu saja lantaran latah mengikuti trend yang berkembang dewasa ini.Bagi PT
NNT upaya mengentaskan kemiskinan beranjak dari realita nyata masyarakat disekitar
area tambang.Jika kita flash banck kehidupan
masyarakat sekitar tambang ketika PT NNT mulai beroperasi kurang lebih 15 tahun
silam,potret kemiskinan terlihat begitu jelas.Tak perlu riset mendalam untuk
mendapatkan gambaran bagaimana keterbelakangan dan kemiskinan menghantui setiap
detik kehidupan masyarakat sekitar tambang.Pengakuan masyarakat sekitar menjadi
saksi bahwa dulunya tempat mereka tinggal memang ada kehidupan,namun bagaikan
mati suri.
PT NNT tak
mungkin berpangku tangan,berdiam diri menyaksikan realita kehidupan tanpa
melakukan apapun untuk suatu perubahan.PT NNT mencermati adanya potensi besar masyarakat
sekitar tambang untuk mengelola potensi pertanian dan ekonominya secara lebih
baik.PT NNT berkomitmen memberikan dukungan kongkret untuk menjadikan potensi
tersebut sebagai sesuatu yang dapat dikelola secara maksimal dan
berkelanjutan.Lingkaran setan kemiskinan bisa diatasi,melalui pemanfaatan
potensi yang selama ini masih belum dikembangkan.
Pada tulisan kali
ini saya akan membahas bentuk komitmen PT NNT dalam mendukung terwujudnya
masyarakat yang mandiri bersama potensi yang mereka miliki agar tak terjerat
dalam lingkaran setan kemiskinan,karena masyarakat sekitar tambang berfikir
bahwa mereka tak selamanya bergantung dengan PT NNT,ada kalanya mereka harus
mandiri ditengah arus globalisasi.
Dari Sabut Kelapa Menjadi Jaring Coconet
Tepat sekitar
pukul 11.00 wita dan matahari sudah seperti sejengkal dari kepala,saya bersama
rombongan kelompok 2 Bootcamp Batch V
mengunjungi tempat pengolahan sabut kelapa menjadi sebuah jaring yang berada di
desa Maluk Loka,kecamatan Maluk.Jaring dari sabut kelapa ini berfungsi sebagai
penyangga kontur tanah agar tidak terjadinya erosi.Jaring ini dipekerjakan oleh
mayoritas ibu-ibu dan ada beberapa anak muda laki-laki dan perempuan yang
sesekali membantu ibu mereka jika ada waktu kosong.Usaha coconet ini sudah
berdiri sejak tahun 2013 yang sampai saat ini sudah mempekerjakan lebih dari 30
orang.Dalam sehari usaha ini bisa menghasilkan 21 jaring yang nantinya akan
dikirim ke PT NNT sebagai proses reklamasi.
Saya dan beberapa
peserta Bootcamp Batch V diberi
kesempatan untuk mengerjakan jarring coconet ini.Tentu bukan perkara mudah,saya
yang berstatus orang baru yang mengetahui adanya coconet ini tentu memerlukan
kerja keras untuk menyelesaikannya.Tidak langsung akan menjadi sebuah jaring,namu
harus melalui tahap pelilitan untuk menjadi sebuah tali dengan panjang sekitar
8 m menggunakan mesin sederhana .Namun hanya butuh beberapa menit saja untuk
saya bisa menyelsaikan pelilitan tali tersebut,yaahh meskipun tidak sepanjang
ibu-ibu disana,but untuk pemula
seperti saya oke lah.Setelah melalui tahap pelilitan menjadi sebuah
tali,selanjutnya adalah tahap pembuatan jaring.Pembuatan jaring ini biasa menggunakan
3 karyawan dengan waktu sekitar 20 menit.Saya lagi-lagi gak mau kehilangan
kesempatan,karena saya orangnya ingin banyak coba dan mengetahui hal baru yang
belum pernah saya lakukan sebelumnya,hanya melihat ibu-ibu itu beberapa menit
saja saya lalu mempraktekkannya,ternyata cukup mudah.”kamu sudah bisa kerja disini nak”,sahut ibu itu sembari tertawa
kecil.
![]() |
Mesin pelilitan |
![]() |
Mencoba dalam proses pelilitan menjadi tali |
![]() |
Proses pembuatan jaring |
Virgin Coconut Oil Sebagai Bahan Kosmetik
Ada yang lucu
ketika saya membaca bahwa tempat usaha ini bernama Virgin Coconut Oil,yang ada
difikiran saya bahwa yang bekerja disini ialah anak gadis yang masih Virgin atau perawan (halah ngawur),lah
tapi saat saya lihat-lihat ternyata kebanyakan ibu-ibu,nah jangan-jangan
ibu-ibunya masih perawan lagi (entahlah),haha.Usaha Virgin Coconet Oil ini berada
di desa Dasan,kecamatan Jereweh yang masuk dalam area lingkar tambang.Untuk
menjadi sebuah minyak tentu memerlukan beberapa proses,seperti yang bisa saya
jelaskan dengan apa yang saya pahami setelah berkunjung kesana.
Seperti yang
dijelaskan oleh ibu Lily salah satu karyawan disana bahwa untuk menjadi minyak
dibutuhkan beberapa proses,pertama-tama kelapa dikupas terlebih dahulu,kemudian
diparut menggunakan alat khusus,setelah itu kelapa yang sudah diparut kemudian
diperas hingga menghasilkan santan,lalu santan tersebut difermentasikan di
dalam dispenser selama semalam dan
mencampurkannya dengan garam sebanyak 3 sendok makan dengan tujuan untuk
pemisahan air dengan santan.Setelah santannya diambil kemudian di mixer dan
dihangatkan dengan suhu 700 selama 15 menit,dan minyak siap untuk
dikemas.Usaha Virgin Coconut Oil ini ada dua kali produksi tiap minggu,tiap
kali produksi bisa menghasilkan 15 L minyak.Namun setelah menjadi minyak
bukanlah proses akhir,namun masih dilakukan penelitian di Institut Pertanian
Bogor (IPB) selama tiga bulan,dan produk minyak ini bisa menjadi bahan untuk
pembuatan kosmetik.
![]() |
Mesin parut |
![]() |
Minyak yang sudah jadi |
Menabung Dengan Sampah
Menabung dengan
sampah?sedikit aneh kan?tapi itulah kenyataan yang terjadi dikecamatan Jereweh
ini bahwa masyarakat disini menabung bukan dengan uang seperti orang lain
kebanyakan,namun menggunakan sampah yang kita ketahui bahwa jika orang yang
tidak kreatif dan inovatif makan sampah hanyalah sebuah sampah yang tidak
bernilai ekonomis.Seakan takjub dengan ide yang dilakukan oleh masyarakat
disini bahwa mereka bisa menyulap sampah menjadi sesuatu yang berharga berupa
kerajinan yang akan mereka jual
nantinya.
Seperti informasi
yang saya dapatkan ditempat Bank Sampah Lakmus yang terletak di desa
Benete,kecamatan Maluk ini bahwa masyarakat menabung menggunakan sampah seperti
kardus bekas makanan dan minuman,copok air minum,bungkus kopi saset dan
sejenisnya.Sampah ini jika berada ditangan yang kreatif maka akan menjadi
sesuatu yang unik dan memiliki nilai jual.Sampah di Bank Sampah Lakmus ini ada
yang diantar langsung oleh masyarakat dan ada juga yang diambil ke rumah
masyarakat yang sebelumnya sudah ditetapkan bahwa disitu terdapat sampah
seperti yang saya jelaskan tadi,dan uniknya disini bahwa ada buku tabungan
untuk masyarakat yang ingin menabung sampah mereka,besar saldo yang mereka
terima sesuai dengan berat sampah,semakin berat timbangan sampah yang
masyarakat tabungkan maka semakin besar saldo yang mereka terima.Tentunya
setiap jenis sampah punya harga yang berbeda per kg,namun berapapun
harganya,setiap sampah yang dikumpulkan akan membantu dalam pelestarian
lingkungan.
![]() |
Sampah kardus bekas |
![]() |
Copok bekas kelapa |
Budidaya Rumput Laut
Melihat puluhan
hingga ratusan botol kemasan minuman mengapung diperairan Kertasari,Sumbawa
Barat.Sampah?tentu saja bukan.Ratusan botol yang terapung tersebut menjadi
pelampung bagi ribuan rumput laut yang tengah tumpuh diperairan
Kertasari.Kertasari merupakan sebuah desa yang terletak sekitar 20 km dari Kota
Taliwang.Desa Kertasari ini berada dipesisir pantai yang mayoritas penduduknya
berasal dari tanah Sulawesi dengan suku Bugis Selayar.Desa Kertasari ini
merupakan pusat pembudidayaan rumput laut terbesar di Kabupaten Sumbawa Barat.
Bukan sekedar
pembudidayaan rumput laut semata,didesa dengan jumlah penduduk tak kurang dari
200 kepala keluarga ini juga melakukan inovasi dengan mengolah rumput laut
menjadi makanan yang lezat dan kaya nutrisi,seperti halnya dodol rumput laut
dan stick rumput laut.Kedua makanan ini belum dipasarkan secara
besar-besaran,masih dalam skala kecil,itu dikarenakan usaha ini masih baru dan
perlu adanya pengembangan lebih lanjut baik dari segi pengelolaan maupun
pekerja.Selain itu,untuk megisi waktu luang sembari menunggu panen rumput laut,ibu-ibu desa Kertasari melakukan kegiatan menenun di bawah rumah panggung milik mereka yang nantinya akan dijual kepada pengunjung yang datang.Ingin mencoba cemilan dari rumput laut dan mencoba menenun?yuukk kunjungi desa Kertasari,hehe.
![]() |
Rumput laut hasil budidaya masyarakat desa Kertasari |
![]() |
Dodol rumput laut |
Setidaknya sejak
tahun 2005,PT NNT melalui Yayasan Pembangunan Ekonomi Sumbawa Barat (YPESB)
mendukung secara kongkret pengembangan kawasan Kertasari sebagai sentral
pembudidayaan rumput laut.Dukungan diberikan dalam bentuk penguatan kelembagaan
koperasi rumput laut “Depo Pasir Putih” dan memberikan subsidi biaya pengiriman
rumput laut ke Bali.
Tentunya dengan
segala bentuk dukungan baik moril maupun materil dari PT NNT ini diharapkan
mampu menjadikan masyarakat lingkar tambang menjadi masyarakat yang mandiri
serta berfikir kreatif untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki.Inilah
saatnya masyarakat mampu berdiri dengan kaki sendiri,bukan dengan tongkat yang
membuat mereka merasa ketergantungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar